Jumat, 12 April 2013

PENGENALAN DAN PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN IKTERUS NEONATORUM PATOLOGIS (KERNICTERUS)

BAHASAN
 Ikterus Neonatorum


Ikterus neonatorum (bayi baru lahir berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum mencapai 2 - 3 mg/dl. Kadar bilirubin serum normal 0,3 – 1 mg/dl. Ikterus neonatorum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu icterus fisiologis dan icterus patologis.
Ciri- ciri icterus neonatorum patologis yaitu :
  1.   Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
  2.   Peningkatan kadar bilirubin 5mg% atau lebih dalam 24 jam.
  3.  Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10mg% pada bayi kurang bulan dan 12,5mg% pada bayi cukup bulan.
  4. Icterus yang disertai proses hemolysis(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD).
  5. Icterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari(bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir(bayi berat lahir rendah).
  6.  Bilirubin direk lebih dari 1mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1mg/dl/jam atau lebih 5mg/dl/hari(Ngastiyah,1997:198)
Sebab- sebab Terjadinya Icterus Patologis
Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu  :
1.      Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, disertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).
2.       Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G – 6 – PD dan Inkompatibilitas ABO. Ikteru dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus. Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.

3.       Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle – cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.

4.       Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency ).
Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.

Penatalaksanaan Keperawatan pada Icterus Patologis
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan: (1) Menghilangkan anemia, (2) Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi, (3) Meningkatkan badan serum albumin, (4) Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a.      Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal, menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan), menghilangkan serum bilirubin, dan meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
c. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
Simpulan
Ikterus neonatorum (bayi baru lahir berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia).
Icterus dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu Inkompatibilitas Rhesus, Inkompatibilitas ABO, Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital, dan Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase(G-6-PD defeciency).
Penatalaksanaan keperawatan pada icterus patologis bertujuan untuk :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
Saran
Icterus merupakan kondisi yang sering dijumpai pada bayi baru lahir . Wama kuning pada kulit dan sklera terjadi akibat akumulasi bilirubin dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir merupakan fase transisi yang normal, tetapi peningkatan kadamya dalam darah yang berlebih dapat menyebabkan kern ikterus, yang memerlukan penanganan khusus. Karena jika tidak ditangani akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus menambah pengetahuan sebagai bentuk pencegahan atau dapat mengenali ciri- ciri awal icterus sehingga bayi yang terjangkit icterus segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Surasmi,Astrining.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.
Ngastiyah.1994.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.





0 komentar:

Posting Komentar